rss

اَللَّهُمَّ انْفَعَنِى بِمَا عَلَّمْتَنِى وَعَلِّمْنِى مَايَنْفَعُنِى وَارْزُقْنِى عِلْمًا يَنْفَعُنِى
“Ya Allah, jadikanlah aku berguna bagi masyarakat dengan ilmu yang Engkau berikan kepadaku dan ajarilah ilmu pengetahuan yang berguna untuk diriku

Jumat, 11 Juni 2010

MANAJEMEN RISIKO (RISK MANAGEMENT)

MANAJEMEN RISIKO (RISK MANAGEMENT)

Berbicara mengenai Risk Management, banyak sekali buku-buku atau literatur-literatur yang membahas tentang Management dan banyak pula buku-buku yang membicarakan Risk Management, baik Risk Management dalam arti luas untuk semua jenis dan bentuk risiko maupun Risk Management dalam arti sempit, yaitu Risk Management di lingkungan Industri Asuransi atau menajemen untuk risiko-risiko yang insurable saja. Manajemen yang akan dibahas di sini adalah menajemen risiko dalam arti luas tetapi di arahkan pada fokus terakhir, yaitu risiko-risiko yang nantinya akan dialihkan (transfer) ke Perusahaan Asuransi. To Manage berarti mengatur atau mengelola, Risiko adalah ketidak pastian yang akan selalu dihadapi setiap manusia. Untuk tidak selalu merasa was-was atau khawatir mengenai terjadinya kemungkinan peristiwa dan kemungkinan terjadinya kerugian keuangan, yang tidak akan pernah bisa diketahui sebelumnya, manusia perlu melakukan pengaturan atau pengelolaan risiko-risiko tersebut dengan sebaik-baiknya artinya manusia mau tidak mau harus melakukan Risk Management.


Proses Manajemen Risiko

Proses kegiatan manajemen risiko terdiri dari 3 (tiga) tingkatan kegiatan, yaitu :

1. Identifikasi Risiko (Risk Identification)

2. Evalusi Risiko (Evaluation)

3. Pengendalian Risiko (Control)


1. Tahap Identifikasi Risiko

Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi setiap manusia secara pribadi (Human Being) dan risiko yang dihadapi dalam proses kegiatan usaha, misalnya proses produksi dalam suatu aktifitas kerja pabrik.

Untuk mengidentifikasi risiko yang dihadapi dalam aktivitas produksi suatu pabrik, sebelum secara fisik dilakukan survey on the spot terhadap pabrik yang bersangkutan ada 3 (tiga) alat yang dapat dijadikan pedoman identifikasi risiko, yaitu :

a. Struktur Organisasi

Dari gambaran tentang Struktur Organisasi Perusahaan/Pabrik, yang memuat pembagian personel atau SDM yang berkaitan dengan pembagian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ; Akan teridentifikasi : Siapa yang bertanggung jawab, apa yang harus dilakukan dan bagaimana prosedur tindakan itu akan dilakukan, seandainya terjadi sesuatu risiko yang memerlukan solusi yang baik. Apakah penanggung jawab di lapangan mempunyai wewenang yang cukup untuk mengambil keputusan-keputusan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko?


DIAGRAM PROSES RISK MANAGEMENT







b. Alur Pekerjaan (Flow Chart)

Dari gambaran tentang alur pekerjaan dalam proses kerja/produksi, sejak dari awal sampai berakhirnya proses produksi; Dari Flow Chart ini akan teridentifikasi, bagian-bagian mana saja yang rawan risiko atau sangat sensitif untuk mengalami sesuatu untuk peristiwa, yang dampaknya sangat mempengaruhi proses produksi.



c. Daftar pertanyaan (Check List)

Dari daftar pertanyaan yang ditunjukan kepada para pelaksana proses produksi, akan teridentifikasi persiapan-persiapan yang masih diperlukan untuk mengantisipasi jalan keluar terbaik kalau terjadi risiko.


2. Tahap Evaluasi Risiko

Dalam tahap evaluasi risiko, ada 2 (dua) hal yang sangat penting dicari data-datanya atau hasil angka-angkanya, yaitu : Data tentang Severity (Dampak Kerugian) dan Data tentang Frekuensi (tingkat keseringan kejadian).






Klasifikasi 1 : Tidak perlu dialihkan ke Asuransi karena jarang terjadi.

Kalaupun terjadi dampak kerugiannya yang rendah masih dapat diatasi sendiri

(Self Insurance).

Klasifikasi 2 : Klasifikasi risiko ini yang perlu diasuransikan dan Perusahaan Asuransi juga masih

bersedia membuat pertimbangan – pertimbangan akseptasinya.

Klasifikasi 3 : Klasifikasi risiko ini identik dengan klasifikasi 1, yang perlu dilakukan adalah

upaya pencegahan supaya tidak sering terjadi.

Klasifikasi 4 : Untuk klasifikasi ini ada pola pikir yang berseberangan antara Masyarakat.

Pengguna Jasa Asuransi (Nasabah) dengan Perusahaan Asuransi.

Nasabah tentu ingin hal ini dialihkan ke Asuransi, tetapi Perusahaan Asuransi tidak

mungkin menerima karena frekwensi kejadiannya bisa sering, dampak kerugiaanya

juga tinggi.

Solusi terbaiknya : Membuat perbaikan – perbaikan (Improvement) dan menyelenggarakan program – program pencegahan (Pre Loss Preventation).


3. Tahap Pengendalian Risiko

Ada 2 (dua) metode yang dapat dilakukan dalam tahap pengendalian ini, pengendalian financial (keuangan) dan pengendalian fisik.



a. Pengendalian Finansial

1. Membeli proteksi Asuransi degan membayar Premi Asuransi (Transfer)

2. Menanggung Sendiri (Retensi) atau Self Insurance.



Kelemahan/bahaya menanggung sendiri :

Kalau terjadi kerugian yang cukup tinggi dapat menggangu stabilitas keuangan bahkan bisa mengancam kelangsungan kegiatan usaha. Selain itu, self insurance memerlukan persediaan dana cukup besar untuk menanggulangi risiko yang bersangkutan.



Kelebihannya :

Tidak ada pegecualian risiko seperti dalam Polis Asuransi dan tidak perlu membayar Premi Asuransi yang megandung unsur Loading untuk membayar biaya-biaya Perusahaan Asuransi, Komisi, dan keuntungan para Pemagang Sahamnya.



b. Pengendalian Fisik

1. Eleminasi (Elimination) atau meniadakan risiko.

Hal ini hampir tidak mungkin dilakukan, karena risiko akan selalu ada dan mungkin terjadi.

Yang dapat dilakukan dalam eliminasi risiko adalah meniadakan kegiatan tersebut.

2. Minimisasi Risiko maksudnya memperkecil kemungkinan kejadian dan memperkecil

dampak kerugian. Caranya dengan menyediakan peralatan pencegah kejadian

(Pre Loss Prevention) dan Peralatan penanggulangan yang lengkap untuk mengatasi

risiko yang ada.













Contoh Soal – Dari Bank Soal
Viral Linking – Salah Satu Cara Cepat Meningkatkan Pagerank »
LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) -Pengertian

Ditulis oleh dahlanforum di/pada April 24, 2009

Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.

Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.

Di Indonesia leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit. Perbedaan jenis leasing menyebabkan perbedaan dalam pengungkapan laporan keuangan, perlakuan pajak dan akibatnya pada pajak penghasilan badan akhir tahun. Capital lease dan operating lease sama-sama dikenakan pajak pertambahan nilai, sedangkan untuk operating lease disamping dikenakan pajak pertambahan nilai juga dikenakan pemotongan pajak penghasilan pasal 23, hal ini karena diperlakukan sebagai sewa menyewa biasa. Biaya-biaya yang berkaitan dengan transaksi lease dianggap sebagai biaya usaha bagi pihak lessee.

Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara tiga tahun hingga lima tahun atau lebih. Disamping hal tersebut di atas para

pengusaha juga memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan, dan adanya hak opsi.

Suatu keuntungan lain jika ditinjau dari laporan keuangan fiskal adalah transaksi capital lease diperhitungkan sebagai operational lease pembayaran lease dianggap sebagai biaya mengurangi pendapatan kena pajak. Tetapi tidak begitu halnya jika ditinjau dari segi komersial.

Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.

Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan

dalam jangka waktu tertentu”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:

1. Pembiayaan perusahaan

2. Penyediaan barang-barang modal

3. Jangka waktu tertentu

4. Pembayaran secara berkala

5. Adanya hak pilih (option right)

6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama

7. Adanya pihak lessor

8. Adanya pihak lessee

Pembiayaan melalui leasing merupakan pembiayaan yang sangat sederhana dalam prosedur dan pelaksanaannya dan oleh karena itu leasing yang digunakan sebagai pembayaran alternatif tampak lebih menarik. Sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan modal bagi perusahaan-perusahaan, maka leasing didukung oleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

1. Fleksibel, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan.

2. Tidak diperlukan jaminan, karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh aktiva yang dilease sudah merupakan jaminan bagi lease itu sendiri.

3. Capital saving, yaitu tidak menyediakan dana yang besar, maksimum hanya menyediakan down payment yang jumlahnya dalam kebiasaan lease tidak terlalu besar, jadi dalam hal ini bisa dikatakan menjadi suatu penghematan modal bagi lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal yang tersedia untuk keperluan lain. Karena leasing umumnya membiayai 100% barang modal yang dibutuhkan.

4. Cepat dalam pelayanan, artinya secara prosedur leasing lebih sederhana dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.

5. Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional, artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.

6. Sebagai pelindung terhadap inflasi, artinya terhindar dari resiko penurunan nilai uang yang disebabkan oleh inflasi, yaitu lessee sampai kapan pun tetap membayar dengan satuan moneter yang lalu terhadap sisa kewajibannya.

7. Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.

8. Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian leasing tetap berlaku.

9. Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat memodernisasi pabriknya.
Klasifikasi Leasing

1. Capital Lease

Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut.

Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.

Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah faktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bisa dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Direct finance lease

Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh lessee.

b. Sale and lease back

Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessee dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan direct finance lease. Di sini lessee memerlukan cash yang bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkan sesuai dengan nilai objek barang lease.

2. Operating Lease

Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.

Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.

3. Sales type lease (Lease Penjualan)

Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease barang hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa pembelanjaan selama jangka waktu lease.

4. Leverage Lease

Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.

5. Cross Border Lease

Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berbeda.

Barang-barang atau peralatan yang ditransaksikan dalam cross border lease meliputi nilai jutaan dollar Amerika Serikat. Seperti Pesawat terbang bermesin jet dari Pabrikan Boeing dan Airbus.
Prosedur Mekanisme Leasing

Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.

2. Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.

3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.

4. Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dangan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.

Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan

supplier peralatan tersebut.

6. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.

7. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada suppplier.

8. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.

9. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.

10. Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.
Aspek perpajakan yang berkaitan dengan leasing.

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Berdasarkan Undang-undang no 17 tahun 2000 dan surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan: “Lessee tidak memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi”. Dalam pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa angsuran-angsuran atau pembayaran yang diterima lessor dari lessee untuk jenis transaksi finance lease tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.

Pasal 17 ayat 2 menyatakan:

a. Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

b. Lessee wajib memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Pasal 17 ayat 2a mengatur tentang perlakuan pembayaran leasing oleh lessee. Di sini dijelaskan bahwa pembayaran leasing dari lessee kepada lessor untuk transaksi operational lease diperlukan pemotongan pajak penghasilan pasal 23 karena menurut pajak diperlakukan sebagi sewa-menyewa biasa.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Perlakuan PPN atas transaksi capital lease:

1) Berdasarkan ketentuan pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 1994 huruf d dan e, Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No. Peng- 139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep05/PJ/1994, penyerahan jasa dalam transaksi capital lease dari lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian adalah pengusaha kena pajak.

2) Pengalihan barang dalam transaksi operating lease bukan merupakan penyerahan barang kena pajak karena pengalihan barang tersebut adalah dalam rangka persewaan biasa.

3) Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian.

4) PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3) merupakan PPN Keluaran bagi lessor dan merupakan PPN Masukan bagi lessee dalam hal lessee adalah Pengusaha Kena Pajak. PPN yang dibayar atas perolehan barang kena pajak (BKP) yang dilease merupakan PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan PPN Pajak Keluaran lessor.

b. Dalam hal transaksi sale and lease back tanpa hak opsi, PPN masukan atas perolehan barang tidak boleh dikreditkan oleh lessee. Dalam hal lessee kemudian melease kembali barang tersebut, maka lessor harus mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan barang yang dilakukan.

Lease : Suatu kontrak sewa atas penggunaan harta untuk suatu periode tertentu dengan sewa tertentu.

Lessee : Pemakai aktiva yang akan di lease. Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing.

Lessor : Pemilik dari aktiva yang akan di lease.

Lease term: Jangka waktu lease yang tetap dan tidak dapat dibatalkan, termasuk:

a. Periode yang mencakup hak opsi untuk memperbarui kontrak leasing.

b. Periode yang mencakup digunakannya hak opsi untuk membeli aktiva yang dilease.

c. Periode dimana lessor mempunyai hak untuk memperbarui atau memperpanjang masa lease.

d. Periode dimana denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk memperbarui lease dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan lease.

e. Periode yang mencakup hak opsi pembaruan yang biasa yaitu diberikan jaminan oleh lessee atas utang lessor yang mungkin terjadi.

Residual Value: Nilai leased asset yang diperkirakan dapat direalisasi pada akhir periode sewa.

Security Deposit (SD): Jaminan kas yang diminta lessor dari sewa lessee untuk menjamin pembayaran sewa atau kewajiban sewa lainnya.

0 komentar:


Posting Komentar

Situs Jual Beli Populer

Best Sponsored

Sponsored by

SMS GRATS

Fans Blogger Unsika

Blogger Karawang
 

Google Adsense

followers

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF